Nama : Angga Kurniawantoro
NPM : 10208136
Kelas : 4EA10
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Pendidikan Faktor Penentu Generasi Masa Depan Indonesia
Kondisi pendidikan di Indonesia yang memprihatinkan
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 5 pulau besar dan ribuan pulau kecil, dikaruniai sumber daya alam yang melimpah baik perairan, pertanian, hutan dan berbagai kekayaan alam lainnya. Walaupun begitu, terbersit pertanyaan, mengapa dengan kekayaan alam yang melimpah tersebut, masih begitu banyak rakyat Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan ? apakah kekayaan alam tersebut tidak mampu dikelola oleh masyarakat Indonesia atau adanya keserakahan oleh sekelompok manusia yang tidak peduli dengan keadaan saudara sebangsa setanah air sehingga mereka hanya memikirkan diri pribadi sendiri.
Jika kita tarik ujung benangnya, maka dapat diambil faktor utama dari semua ini yaitu pendidikan. Jika masyarakat tidak mampu mengelola hasil kekayaan alam, berarti kemampuan managemen dan pengelolaannya berkurang. Berhubungan dengan pendidikan manajemen. Jika masyarakat tidak peduli dengan saudara sebangsa, berarti mereka kurang akan toleransi dan kepeduliaan terhadap sesama. Berhubungan lagi dengan pendidikan mengenai toleransi, budi pekerti dan kepedulian antar sesama.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan faktor utama yang sangat penting yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Tetapi fakta di lapangan saat ini, tidak semua elemen masyarakat Indonesia mampu menikmati dunia pendidikan seutuhnya baik karena kendala ekonomi maupun masalah teknis lainnya yang menyebabkan hanya sebagian orang yang mampu menikmati itu semua.
Dilihat dari kondisi pendidikan di Indonesia, saat ini terjadi diskriminasi yang menyebabkan tidak semua warga masyarakat Indonesia dapat menikmati pendidikan seutuhnya. Sebagai contoh, sekarang ini banyak bertebaran sekolah dengan jenis SBI ( Sekolah Bertaraf Internasional ), Sekolah Bertaraf Nasional dan lain-lain. Biaya yang dibutuhkan untuk proses masuknya pun semakin mahal seiring dengan jenisnya seperti SBI mematok uang masuk sekitar beberapa juta. Mungkin didirikannya sekolah bertaraf nasional atau internasional mempunyai tujuan yang baik, agar pendidikan di Indonesia mampu bersaing secara global.
Secara fasilitas, kelas bertaraf internasional pasti lebih baik dibandingkan dengan kelas yang reguler. Pendirian sekolah ini secara tidak langsung menimbulkan diskriminasi pendidikan di dalam negeri ini. Sistem yang seperti ini membuat hanya orang-orang yang ekonomi menengah dan menengah ke atas yang dapat menikmati pendidikan dengan fasilitas yang lebih baik. Sedangkan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, hanya mampu mengenyam pendidikan dengan fasilitas seadanya bahkan terkadang tidak sama sekali.
Selain dari sistem perekrutan siswanya, sistem pendidikan di Indonesia lebih memprioritaskan nilai atau angka dari hasil ujian. Siswa dengan nilai terendah akan dibilang bodoh dan siswa dengan nilai tertinggi akan dianggap murid yang pintar. Padahal dalam prosesnya belum tentu siswa yang meraih nilai tertinggi tersebut dalam proses mengerjakannya dilakukan sendiri, bisa juga dia mencontek dari hasil pekerjaan teman lainnya. Sistem ini lebih mementingkan hasil akhir ketimbang keberjalanan proses yang dilalui untuk mencapai hasil tersebut. Alhasil, sistem pendidikan ini akan berdampak negatif ketika generasi tersebut beranjak dewasa.
Kita banyak melihat di berita tv atau koran, banyak pejabat pemerintah yang tertangkap korupsi oleh KPK, menyuap jaksa dan berita negatif lainnya. Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mereka berusaha untuk mendapatkan kekayaan sebanyak-banyak walaupun menggunakan cara yang haram. Mereka lebih berpikir mendapat hasil yang banyak tanpa memikirkan untuk mencapai hasil tersebut dengan proses yang baik atau buruk. Sebagai contoh yang lain mengenai kasus Ujian Nasional yang beberapa waktu yang lalu menuai protes karena terjadi berbagai tindak kecurangan di beberapa sekolah. Kecurangan tersebut disebabkan karena sekolah menginginkan para siswa semuanya lulus ujian nasional walaupun dengan cara yang tidak etis sekalipun.
Satu lagi yang ingin saya bahas mengenai kondisi pendidikan di indonesia yang kurang yaitu masalah minimnya pendidikan mengenai budipekerti dan karakter. Pendidikan di Indonesia untuk wajib 9 tahun lebih sering menfokuskan pada intelektual saja, pelajaran science dan hafalan sehingga ujungnya dari pendidikan tersebut adalah nilai atau angka bukan praktek yang mungkin di masa depan akan menjadi modal mereka untuk membangun bangsa ini. Kalau menurut saya, pendidikan 9 tahun awal lebih baik difokuskan terhadap budi pekerti dan pembentukan karakter karena waktu ini merupakan saatnya para murid sedang mengalami pertumbuhan baik secara kejiwaan, kepribadian dan mental.
Jika dari kecilnya hanya difokuskan secara intelektual saja, secara mental, budi pekerti tidak dibina, di masa depan mereka akan jadi politisi maupun pemegang jabatan yang secara otak pintar tetapi secara karakter dan akhlak sangat rendah. Karena mereka hanya berpikir untuk kepentingan diri sendirinya saja, tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Dari penjelasan di atas, saya ingin mengambil 3 poin kesimpulan tentang kondisi pendidikan di Indonesia yang memprihatinkan diantaranya :
*Terjadinya diskriminasi pendidikan terhadap masyarakat Indonesia
*Pendidikan di Indonesia lebih fokus terhadap nilai atau angka. Hasil lebih dipentingkan daripada proses yang dijalani .
*Pendidikan awal 9 tahun lebih fokus terhadap intelektual, untuk pendidikan budipekerti, karakter dan mental sangat kurang.
Solusi Penyelesaian
Setiap permasalahan tentu ada solusi cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Begitupun dengan masalah pendidikan yang ada di Indonesia saat ini. Di atas tadi sudah diuraikan mengenai penyebab kondisi pendidikan yang memprihatinkan. Sehingga solusi yang saya ajukan pun akan mencakup penyelesaian permasalahan di atas tersebut, yaitu :
1.Pemerataan Pendidikan di setiap daerah.
Maksudnya di sini adalah pemerintah membuat sistem pendidikan yang semua masyarakat Indonesia mampu mendapatkannya dengan porsi yang sama. Standar sekolahnya tidak ada yang dibedakan, entah itu SBI, SBN atau yang lain sehingga tidak terjadi diskriminasi pendidikan. Tidak boleh terjadi rumor bahwa sekolah yang bagus hanya untuk orang-orang yang menengah ke atas sedangkan sekolah yang biasa-biasa saja hanya untuk orang-orang yang menengah ke bawah. Dengan adanya pemerataan pendidikan di setiap daerah, akan diharapkan seluruh anak di seluruh di Indonesia mampu mengenyam pendidikan.
2.Menyeimbangkan pendidikan intelektual, budi pekerti , dan karakter.
Pendidikan yang mengandalkan intelektual saja, tidak menjamin bisa membawa Indonesia menjadi negara yang lebih baik jika tidak diimbangi dengan akhlak, kepribadian dan karakter yang baik. Kita bisa melihat banyak politisi maupun anggota DPR di negeri ini lulusan perguruan tinggi terbaik baik dalam negeri maupun luar negeri. Tak bisa dipungkiri secara intelektual, mereka mempunyai otak yang cerdas.
Tetapi kita lihat bahwa mereka sangat sedikit membawa perubahan untuk negeri ini bahkan tidak ada perubahan sama sekali dan tidak sedikit dari mereka melakukan perbuatan yang malah merugikan negaranya sendiri seperti melakukan korupsi. Oleh karena itu, perlunya pendidikan karakter dan budipekerti untuk menyeimbangi pendidikan intelektual supaya jika saatnya nanti diberi amanah untuk memimpin negeri, para generasi mampu mempunyai karakter yang baik sehingga mampu menyelesaikan permasalahan di Indonesia tanpa merugikan rakyatnya.
3.Menghargai proses dan hasil pendidikan
Untuk mengetahui sejauh mana pendidikan tersebut berhasil atau tidak, perlu adanya pengujian terhadap para murid dan kemudian keluar hasil dari pengujian tersebut. Terkadang hasil pengujian ini menjadi tolok ukur satu-satunya untuk menilai hasil belajar dari para murid. Sehingga keberjalanan proses pendidikan tidak menjadi pertimbangan dalam penilaian pendidikan tersebut. Akibatnya para murid secara tidak langsung tertanam dalam pikirannya bahwa hasil lebih penting daripada proses mencapai hasil tersebut.
Dampak buruknya , para murid lebih mementingkan mendapat hasil yang baik walaupun mendapatkan hasil tersebut melalui proses yang baik atau buruk. Sebagai contoh permasalahan Ujian Nasional beberapa waktu lalu, banyak kecurangan yang terjadi di berbagai sekolah di tiap daerah. Kecurangan tersebut terjadi karena adanya kekhawatiran dari beberapa sekolah jika ada muridnya mendapatkan hasil yang tidak diharapkan seperti tidak lulus karena nilai ujian di bawah standar. Oleh karena itu, ada oknum guru atau pegawai sekolah yang membocorkan jawaban ujian atau membagi-bagi jawaban saat ujian berlangsung.
Lalu timbul pertanyaan, pendidikan inikah yang diajarkan kepada generasi masa depan indonesia selama 3 tahun untuk SMP/SMA dan 6 tahun untuk SD ? lalu apa makna proses pendidikan selama 6 tahun di SD dan 3 tahun di SMP/SMA jika ujung-ujungnya diajarkan untuk berbuat kecurangan? Efek dari pendidikan ini akan berdampak bagi kehidupan generasi tersebut di masa depan.